Lamaran Hanum

Ayah mematung di kursinya – kursi goyang peninggalan Eyang yang tiap kali ayah duduk di sana ia terlihat menjadi beberapa tahun lebih tua, persis seperti Eyang. Dagunya mengeras, menahan marah. Ibu berkali-kali mengusap tanganku dengan lembut, kemudian perlahan menarikku ke pundaknnya – seolah merupakan tempat yang tepat untuk menjadi pelarian. Namun aku benci tatapan matanya, mengiba dan menuntut sekaligus. 
“Haram hukumnya menolak lamaran orang, Nak.” kalimat itu keluar dari mulut ibu dengan suara pelan, namun terdengar jelas menghakimi. Seolah aku anak yang tidak tahu diri, yang arogan.
Aku membuang nafas sekali lagi. Pikiranku kacau, ada geram, sedih, malu dan jutaan perasaan lainnya. Aku tidak benar-benar bisa berpikir saat ini. Hatiku yang paling kacau berkecamuk. Tidak ada yang sangat ingin kulakukan selain menangis dan menjauh dari drama yang tengah terjadi saat ini. 
Aku tahu aku ingin menangis, namun ibu sudah terlebih dulu menitikkan air mata.
***
Seperti biasanya, senja mempertemukan kami, atau mungkin kami yang sengaja menjemput senja agar menjadi mediator dan momen yang tepat untuk saling mengisi diri. Pasir putih yang tengah berubah warna keemasan, terpantul sinar mentari yang semakin memerah. Angin laut yang begitu menenangkan, yang membuatku tidak bisa terlupa. Angin yang selalu mengingatkanku padamu. Kebahagiaan yang tidak terdefinisi.
Mata bulatmu tertutup alis lebat yang berujung indah. Salah satu alisnya tertutup poni yang sudah memanjang. Yang selalu aku suka darimu adalah kamu apa adanya, dengan sisa rambut dikuncir karet gelang, dengan pergelangan tangan kiri penuh gelang-gelang lapuk berwarna hitam dan atau berubah menghitam. juga kaos memble dengan sablonan yang hampir hilang. Bagian mana pun dari dirimu selalu membuat aku jatuh cinta.
Setengah jam berjalan menyusuri pinggir pantai. Menginjak hamparan pasir yang basah, meninggalkan jejak kaki yang berbaris rapi. Tak jarang sisa gulungan ombang menjilat-jilat kaki, membawa pergi butir-butir pasir yang menempel di kaki.
“Aku dilamar,” mulutku akhirnya membuka. Kamu menoleh padaku yang tertinggal beberapa langkah di belakang. Mematung. Mencoba memastikan kalimat yang barusan aku ucapkan, khawatir itu hanya efek dari gemuruh angin malam yang mulai datang.
“Aku telah dilamar orang lain.” ulangku sekali lagi. Kali ini lebih jelas, namun terdengar memilukan. Seperti hampir menangis saat mengucapkannya. Kamu mematung, masih memandangku kosong dengan mulut terkatup.
Aku bahkan tidak bisa menerjemahkan ekspresi yang kau perlihatkan. Terlihat seperti shocked, atau aku saja yang berharap engkau begitu. Kediamanmu membuat hatiku remuk entah bagaimana. Hatiku sesak. Tetes-tetes air mata mulai mendera. Tidak lagi berusaha ditutupi, terisak-isak seperti anak kecil kehilangan permennya, semakin kencang.
Kamu masih tidak mengucapkan apa-apa. Malah berpaling menatap matahari yang semakin hilang di kejauhan. Aku tidak tahu harus bagaimana, aku tidak tahu harus melakukan apa selain berlari meraih pundakmu dan memaksa untuk memeluknya dari belakang, kemudian menumpahkan air mata di sana. Membuatmu merasakan basahnya. Membuatmu merasakan betapa sulitnya aku melalui ini semua. Berharap dapat membuatmu mengerti rasa sakitnya.
“Temui dia, Hanum. Siapa pun dia, sambut perasaannya.”
Aku tidak salah dengar. Kalimat itu berlalu tepat di depan kedua telingaku. Aku merasakan pantulan kata-kata di pita suaramu saat kau mengatakannya. Dan sayangnya, kalimat itu malah memperburuk keadaan. Malah menumpahkan air mataku lebih deras lagi, dan mempererat pelukanku lebih kencang lagi. Terdengar seperti sebuah penyesalan.


“Kau… terbaik yang kan pernah ada.
Terbaik yang telah pernah singgah.”
Singgah – Ivan Handojo

2095 km

Tadi malam tiba-tiba Bu Reda menelpon. Mengabarkan bahwa istri Farhan menghubunginya dan memberitahu bahwa Farhan mengalami kecelakaan dalam perjalanan menuju bandara. Berita duka itu di satu sisi adalah membahagiakan untukku. Itu berarti aku yang akan mengambil alih event impianku selama ini. Tadinya aku yang seharusnya menjadi Project Officer dari event besar ini, sayangnya Bu Reda terlalu bersemangat mengusulkan namaku untuk memegang event lima tahunan Ambience yang lebih besar lagi yang menurutku terlalu formal dan membosankan. Souljazz Roadshow 2014 yang tahun ini diadakan oleh Ambience, majalah tempatku bekerja, dilaksanakan di lima kota besar. Salah satunya adalah Balikpapan. 
Tidak seperti biasanya, pagi itu aku bangun terlalu dini. Packing ala koboy menggunakan koper kecil yang setia kubawa ke mana-mana. Juga sebuah backpack Pickyourdenim yang tidak pernah lepas dari pundakku. Sebelum meninggalkan kamar, aku menyempatkan diri menengok cermin seukuran badan di ruang tamu sekali lagi. Rambut rapi dikuncir kuda, tank top tanpa tali dengan outer berupa maxi cardi berbahan wol bulu domba, jegging navy yang memiliki warna senada ranselku, dan berakhir pada sepasang sepatu boots suede sebetis. Perfect. Untuk mengurus event, aku harus memilih outfit ternyaman yang kupunya. Saat hendak tersenyum pada bayanganku di seberang kaca, sebuah sticky note di mading yang terpantul di cermin menyita perhatianku. Sebuah kata ditulis tebal dengan spidol papan tulis: Balikpapan. Satu kota yang sepanjang tahun selalu ingin kutuju. 
Aku sengaja memesan flight pertama di Senin itu. Alasannya, suasana sepi bandara pasti nyaman dan menyenangkan. Aku tidak perlu menyumpal kedua telingaku dengan lagu-lagu Grunge atau Rock untuk menutup kebisingan bandara yang memusingkan. Kedua kakiku semangat memijak Soetta, turun dari Damri yang mengantarku dari shelter di dekat apartemen. 
Dalam hitungan kurang dari dua jam, aku tiba di pulau terbesar Indonesia. Sesampainya di sana, aku tidak sabar untuk menghubungimu. Setidaknya, kali ini aku punya alasan untuk menghubungimu daripada menahan rindu karena kita tak kunjung bertemu.
Bandara Sepinggan ini jauh lebih bagus dari Soetta. Desainnya modern dengan warna dominasi putih yang interiornya elegan, sehingga terlihat eksklusif dan nyaman. Sebelum menghubungimu, aku berniat mencari coffee shop terdekat, apapun. Perutku tidak biasa dijejal nasi pagi-pagi. Kopi, aku butuh kopi.
Tidak ada pilihan lain selain Starbucks. Somehow, aku sebenarnya tidak terlalu suka dengan citarasa kopi Sbuck. Menurutku, kau bisa mendapatkan rasa dan kualitas kopi yang sama dengan harga yang lebih murah di Coffee Bean atau Cuppa Coffee. Terlebih suasananya yang ramai yang terkadang membuatku malas datang ke Sbuck. Dan biasanya, kamu akan melipir ke Sbuck untuk memesan secangkir kopi Sbuck takeaway yang akan kita minum bersama di mobil. Untuk ukuran pecinta rock, aku terlalu unyu katamu, karena tidak suka tempat ramai yang berisik. Sangat bertentangan dengan genre-genre musik yang biasa kudengar.
Aku baru saja menyesap secangkir macchiato grean tea dari paper glass yang bertuliskan namaku: Mili. Mataku terbuang ke luar kafe, menatap lorong bandara yang sepi, menunggu kamu mengangkat teleponku segera. Napasku hampir saja tersengal saat mendengarmu menyebut halo dan namaku setelahnya. Meski bisik-bisik.
Dengan sangat senang, aku mengatakan sedang berada di bandara Sepinggan. Sangat bersedia menunggu berapa lama pun jikalau kamu hendak menjemput. 
“Aku nggak bisa, Mil.” 
Suaramu merendah, mengiba.
“Aku ada di Jakarta.”
Kita seperti dua pesawat tempur yang saling tuju tapi tak bertemu di tengah langit. Apa-apaan…..
“Aku dan Alyssa harus ke Jakarta bertemu dua keluarga besar. Pernikahan kami akan dipercepat.”
Detik itu, aku melihat sepasang kekasih yang bahagia berjalan melamban. Sesosok kamu melenggang gagah di lorong bandara, dengan menggandeng tanganku yang bertukar senyum sama bahagianya. Bahkan, ada seorang bayi lucu di gendonganku. Matanya sama persis dengan milikmu. Mata elang, rupawan.
“Mili, you now it’s not easy for me to do this.
Suaramu memelas lebih rendah lagi. Seperti menangis. Mataku masih tak bisa lepas menatap Randy, Mili, dan Randy junior yang masih melenggang tertawa-tawa seperti adegan slow motion. Aku tersenyum.
Happy wedding, Ran.”

Sajakrasa140814

Aku tengah berkali-kali melaju kaku
Menghentak kaki seolah tanpa hati
Tak ingin terhempas tak bernyali

Seringkali mendapati angin atas namamu
Membisikkan bait-bait nada rindu
Perlahan menelusup ke setiap ragu
Jelaga yang mulai memudar
Karena senyummu usai berpendar
Malam telah naik separuh
Suaramu tiada henti menggema di langit tanpa peluh
Atau hanya di telingaku

Semakin aku berlari
Semakin resah itu datang lagi
Cemas yang hanya akan muncul karena takut tak mampu lagi menjemput bayangmu

Aku bersimpuh
Menyerah pasrah
Akibat terlalu keras menahan rindu

Tips Traveling ala Kadarnya

Who doesn’t love traveling?

Bahkan orang yang belum pernah ke mana-mana sekali pun seringkali mengaku sebagai seorang Traveler. Anggaplah itu sebagai sebuah fakta bahwa semua orang mencintai traveling. Tanpa terkecuali. Nggak ada tolak ukur yang jelas buat memberikan titel Traveler kepada seseorang. Well, guys, titel itu nggak penting. Buat apa pusing-pusing. Pergilah mengunjungi tempat yang baru and get lost. Promise me. You’ll find new lessons in life, which you couldn’t get at school. Bukan apa yang diketahui orang tentang kebahagiaan “jalan-jalan” kita yang terpenting dari sebuah traveling, tapi pengalaman baru yang bisa membuka pikiran kita lebih dewasa lagi. To be open minded.
 Saya pernah bertanya kepada seorang sahabat tentang apa pandangannya tentang kedewasaan. Dan jawabannya menurut saya tidak nyambung, tapi cukup memberikan rasa puas di benak saya. Katanya, penting untuk bepergian ke tempat jauh di usia muda, karena akan semakin banyak pikiran kita terbuka. Jawaban itu saya akui memang benar adanya. Traveling membuat saya menjadi lebih bijak dalam melihat segala sesuatu dari berbagai sisi.
Lalu, adakah tips yang bisa menjadi panduan bagi yang baru mau mencoba traveling?

 Saat ini, traveling sudah menjadi kebutuhan masyarakat kota. Traveling seolah menjadi pelarian dari rutinitas sehari-hari di kota berlangitkan gedung dan beralaskan aspal. Semua orang suka traveling, tetapi tidak semua orang tau etika traveling dan bagaimana caranya. Berikut tips ala kadarnya dari seorang traveler beginner bagi yang ingin mencoba menjadi seorang traveler.

TIPS TRAVELING

1. Tentukan destinasi yang kamu inginkan.
Apakah pantai, gunung, kota, atau yang lainnya. Saya lebih suka lautan, karena saya senang berenang di laut dan saya cocok di air he..he..he.. Saya juga senang traveling ke kota. Biasanya, di kota kita bisa mengunjungi museum, peninggalan bersejarah lainnya – seperti kraton, candi, rumah adat, dll-, wisata kuliner, dan mengunjungi suku asli daerah tsb. Intinya, apapun destinasi yang ingin kita tuju, semuanya dapat menyebabkan kulit menjadi lebih gelap. Jadi, kalau takut hitam mending di rumah aja nggak usah ke mana-mana he..he..
2. Cari transportasi dari jauh hari.
Yang satu ini berkaitan dengan menentukan rencana traveling dari waktu yang cukup lama sebelumnya. Saya memiliki seorang teman yang bahkan sudah hapal tanggalan merah di kalender tahun depan dan siap booking tiket pesawat dari satu tahun sebelumnya. It’s such a cool preparation. Tiket kereta juga biasanya sudah sold dari tiga bulan sebelumnya. Tips yang kedua ini amat penting khususnya bila kita ingin bepergian di waktu liburan.

Saya seringkali kehabisan tiket kereta karena bertepatan dengan arus mudik atau libur anak sekolah. Tahun 2012 saya traveling keliling pulau Jawa yang berakhir di Jogja, dengan santainya beli tiket kepulangan pada hari h. Keliling stasiun-stasiun di Jogja dan ternyata tiket sold semua. Naik pesawat udah nggak mungkin, apalagi kapal laut. Buru-buru pergi ke terminal buat beli tiket bus. Dan ternyata semua juga sold! Alhasil kami pulang menggunakan jasa travel dengan harga yang sedikit lebih mahal, alhamdulillah-nya diantar sampai di depan kosan saya di Depok. Lumayan 😀

3. Pilih partner traveling yang klop dengan kamu.
 Ada orang yang tidak terlalu mempermasalahkan hal ini. Namun bagi saya, partner selalu menjadi pertimbangan penting. Partner traveling saya kebanyakan cowok. Nggak jarang juga saya traveling hanya berdua dengan salah satu teman cowok yang sudah dipercaya oleh kedua orang tua saya -atas ijin mereka juga tentunya-. Partner traveling saya yang cewek bisa dihitung jumlahnya. Sayangnya, kebanyakan mereka orang sibuk, sehingga jarang bisa diajak untuk trip-trip selanjutnya.

 Partner menentukan bagaimana perjalanan kita nantinya. Teman yang banyak mengeluh sangat merepotkan, apalagi bila diajak traveling hemat. Teman traveling yang super higienis juga akan membuat kita kesusahan, apalagi kalau naik gunung yang menuntut kita sharing minum sebotol dan makan dengan bahan yang dicuci seadanya. Saya cenderung orang yang tidak terlalu senang traveling beramai-ramai. Tujuan saya traveling biasanya adalah untuk mencari ketenangan, jadi saya lebih senang pergi dengan tim yang sedikit untuk memberikan banyak ruang untuk diri sendiri.

4. Buat perencanaan yang jelas. 
 Ada seorang filsuf Cina bernama Lao Tzu yang mengatakan, “A good traveler has no fixed plans and is not intent on arriving”. Pepatah itu benar adanya, terkadang yang menyenangkan dari sebuah perjalanan adalah peristiwa di luar dugaan kita. Namun, plan di sini bukan berarti kita tidak perlu perencanaan. Kita perlu perencanaan yang jelas untuk mengetahui budget yang akan keluar nantinya. Juga agar tidak ada destinasi yang terlewat dan tenaga yang terbuang. Perencanaan yang harus dilakukan adalah itinerary perjalanan. Sebelumnya, kita juga harus mempelajari dengan jelas tempat yang akan kita kunjungi. Jika eksekusinya pada hari H tidak terjadi sesuai perencaan yang sudah dibuat, tidak masalah. Pengalaman yang tidak terduga adalah sesuatu yang mahal harganya dari sebuah trip traveling. Just get lost! Ini lah yang mungkin dimaksud oleh Lao Tzu tentang no fixed plan. Terkadang, ada hal teknis yang memaksa kita untuk tidak mengikuti perencaan yang sudah dibuat, itulah saatnya skill kita sebagai seorang traveler diuji. 

5.  Jauhkan gadget saat perjalanan.  
Mantan pacar saya, dulu, saat masih menjadi pacar, pernah protes soal yang satu ini. Dia berkali-kali menyuruh saya berjanji untuk memberi kabar setibanya saya di lokasi traveling. Saya tidak senang menyalakan gadget ketika bepergian travelingsimple, karena tujuan saya traveling adalah untuk mencari ketenangan. Seperti yang kita ketahui, HP terlebih smartphone bisa membuat kita stress entah karena notifikasi yang tidak penting atau malah ajakan meeting via chat, dan atau membuat kita kecanduan, sehingga tidak menikmati suguhan alam yang terhampar di depan mata dan malah sibuk update di jejaring sosial yang ini lalu yang itu lalu yang ini lalu modar. Seringnya juga karena saya pergi ke pulau yang jauh dari listrik, boro-boro dapat sinyal untuk update di Path, nge-charge aja nggak bisa. Nah lho?

Saya mau berbagi pengalaman saat traveling ke karimun jawa. Waktu itu saya pergi bersama dengan ketiga teman saya. Dan sewaktu di laut kami hanya membawa kamera digital dan sepakat meninggalkan gadget di homestay. Di tengah laut menuju gosongan (gundukan pasir di tengah laut), ada rombongan kapal lain yang sibuk foto-foto untuk update di jejaring sosial. Mereka rusuh sekali. Berisik. Tidak benar-benar menikmati pemandangan, malah sibuk foto-foto, sehingga membuat pengunjung yang lain antre untuk dapat giliran memijak di gosongan. Saat mereka sibuk foto-foto dengan dandanan yang super hits, kemudian tiba-tiba hp-nya nyemplung ke laut. Yah </3


6. Tinggalkan barang yang tidak perlu.  
Poin yang satu ini bisa ditentukan dari dengan transportasi apa kamu bepergian. Bila kamu pergi menggunakan pesawat, membawa koper amat wajar. Namun, tidak jarang juga teman saya penggila ransel tetap membawa keril saat traveling dengan pesawat. Alasannya lebih praktis dan mudah. Jika kamu bepergian dengan alat transportasi yang menuntut turun-naik sambung-menyambung-menjadi-satu, tentu tidak dianjurkan membawa koper atau ransel dan beberapa tas tambahan. Itu akan sangat merepotkan. Jika pergi ke pulau, saya biasanya hanya membawa tas jansport. Bahkan biasanya hanya bawa baju satu atau dua, sisanya adalah untuk keperluan renang seperti selang dan masker snorkeling juga baju renang. Tetapi, jika pergi ke gunung, saya tidak akan segan-segan membawa keril 60 liter dan berpakaian lengkap ala mas-mas pendaki. Pokoknya, meminimalisir baju bawaan. 

Bayangkan dengan jelas outfit apa yang akan kamu pakai di setiap agenda dalam itinerary yang sudah direncakan (tips satu ini berguna banget buat cewek). Jangan sampai ada pakaian yang tidak terpakai dan dibawa pulang masih dalam keadaan bersih. Tak jarang saya hanya bawa satu celana, yaitu celana jeans. Celana jeans saya seringnya hanya terpakai untuk traveling, karena tidak mudah kotor dan tidak terlalu tipis. Cocok untuk cuaca panas atau dingin. Waktu berangkat ke gunung kemarin, seorang teman laki-laki saya terkejut melihat dandanan saya yang waktu itu mengenakan kemeja panel (yang emang punya ade saya), celana jeans, dan sendal gunung. “Wow, you look so different“, katanya di stasiun Kota saat itu. Saya tertawa, “Penampilanku kalo lagi traveling emang kayak gini. Laki banget ya? Ha…ha…”

TIPS SELESAI
Itu dia sedikit tips dari seorang traveler beginner bernama Naya. Semoga bermanfaat untuk teman-teman yang ingin mencoba traveling! Bagi yang ingin sharing atau menambahkan boleh banget lho. Terima kasih sudah mampir 🙂
Salam, 
Hijab Traveler.

Dua Kado untuk Papa

…..di hari-hari terakhir sekolah tinggiku
Seperti tidak sabar bersegera pulang. Kembali pada pelukan sehangat milikmu, Papa. Katamu, melepas rindu lewat suara tidak pernah cukup. Dan selalu saat kau mulai menangis, aku akan menggodamu seraya menahan air mata. Kenagan-kenangan lucu. 
Tak lama lagi aku akan pulang.
Kelulusan itu akhirnya akan tiba, Pa. Yang telah tertunda lama. Yang mungkin saja sempat membuatmu begitu kecewa. Bukan itu saja, aku akan pulang dengan sebuah rahasia yang membahagiakan. Aku telah menemukannya, Papa. Seorang lelaki yang semoga saja sebaik dirimu. Calon menantumu.
Sulit untuk mendeskripsikan seperti apa dia. Sama seperti dirimu, pemberani. Sama seperti dirimu, penuh dengan canda dan tawa. Sama seperti dirimu, Pa. Dia istimewa.
Jika kau ingin aku menceritakan bagaimana perjumpaan pertama kami, pada awalnya aku tidak peduli padanya. Aku merasa orang biasa saja, sementara dia entertainer. Bisa kau tebak bagaimana rupanya. Dia tidak jelek, sederhananya begitu. Dia terlalu senang bermain. Mungkin hobinya yang membuatnya terlihat sering tebar pesona. 
Suatu hari dia muncul tiba-tiba. Tanpa tawa seperti biasanya. Senyumnya sirna, dengan tatap mata yang penuh tanda-tanya. Malam itu aku kira kami akan bertengkar, ada salah yang mungkin saja tidak sengaja telah melukai hatinya. Di pinggir masjid petang itu, sehabis kami menunaikan ibadah wajib, tiba-tiba ia berbalik dan membelakangiku. Sibuk sendiri dengan hp-nya. Aku mulai kesal. Kami hanya berjarak kurang dari satu meter berdekatan. Namun, tidak ada sedikit pun kata tercipta. Aku bertanya-tanya, dengan siapa dia tengah bercengkrama, mencipta praduga. Beberapa detik kemudian, sebuah pesan singkat muncul di layar hp ku. Pesan itu darinya. Aku membuang pandang. Menatapnya. Ia tertunduk. Menahan malu.
Will you marry me?”
Ya, Papa. Dia begitu sama sepertimu. Amat tidak pemberani kepada wanita. Alasan mengapa pada akhirnya aku menjawab iya. Dengan siapa pun ia banyak digoda, toh pada akhirnya dia akan kembali padaku jua.
Ya. Awalnya, aku sempat tidak yakin padanya. Karena kupikir dia lelaki yang sama saja. Namun, suatu hari aku menemukan kelebihannya. Dia bertanya tentangmu, Papa. Satu-satunya lelaki yang paling kucinta.
Tidak ada kata yang tepat untuk menggambarkan seperti apa dirimu, Pa. Tidak ada kata-kata yang mampu menggambarkanmu. Sederhana, Papa yang selalu mengangkatku ke kamar yang telah tertidur di ruang tv sampai aku telah dewasa. Papa yang selalu lebih galak membentak jika mama tengah menggunakan tangannya untuk memarahiku. Papa yang mengangkat-angkatku keliling rumah sakit saking bahagianya saat aku baru keluar dari perut mama dengan tubuh bersimbah darah. Aku selalu mencintaimu, Papa. Bahkan ia mengagumimu dan mengatakan ingin bertemu. 
Aku terdiam saat ia menggebu berujar. Bahkan sampai setengah tahun berlalu, aku masih tidak sanggup untuk mengatakannya.
“Papa sudah meninggal”
Dia tidak banyak bertanya. Hanya menatap seolah ingin membenamkanku ke dalam pelukannya. Dan detik itu adalah detik di mana aku melihatnya serupa dirimu. Aku menemukan jiwamu di dalam kedua mata hitamnya yang tertindih alis tajam. 
Akhirnya, aku menemukan penggantimu, Pa. Dan Papa tidak perlu khawatir jika tidak bisa muncul menjadi pendamping wisudaku. Aku telah menemukan penggantimu. Meski kau tau, kau tak akan pernah mungkin terganti, Pa. 
Aku akan pulang ke rumah kita menemui mama, lalu bersama-sama mengunjungi makammu bersama si calon Papa dari cucu-cucumu kelak.
I miss you, Papa.

Rindu-rindu

….di suatu sudut di malam hari

Kepada kamu, iya, kamu,
aku tengah menahan diri. Membiarkan diriku lagi terlarut dalam tangis yang memilukan atas buncah rindu yang tidak sampai kepadamu.
Kamu menyapa, bertanya, basa-basi,
aku tengah menahan diri. Berujar seadanya. Seolah kamu bukan siapa-siapa. Maksudku, seolah aku menganggapmu bukan siapa-siapa. 
Kamu menunggu,
aku tengah menahan diri. Menahan sesak karena pertemuan kita sudah lama tertunda. Merelakanmu pergi ke tempat yang amat jauh yang memaksa kita tidak bisa bertukar tatap mata. Seperti biasa, memandang satu sama lain tanpa bicara. Seolah kamu setuju, mata-mata kita selalu punya kata-kata.
Kamu masih menunggu,
kuberi ruang untuk hatimu sedikit berpikir. Apakah rasa hilang itu ada jua di sana. Namun, aku masih berupaya menahan diri. Me-manage dengan baik segala rasa di hati yang porak-poranda akibat senyum yang malah kutemukan di setiap candamu yang seringnya tak lucu. Seperti sedang tersipu.
Sementara kamu masih menunggu, 
aku sibuk bertanya, “Apakah hanya aku satu yang kamu tunggu?” Menjadi pilihan adalah menyedihkan, menjadi yang terpilih adalah rahasiamu dan semesta semata. Mengetahuinya sungguh aku ingin bisa.
belum sempat ditemukan jawabnya, kalimat itu tengah melahirkan satu pertanyaan baru. Sebuah pertanyaan akhir.
“Kemana rindu-rindu yang tidak halal ini harus dipulangkan?”
Kamu masih menunggu di sebuah kota di seberang sana,
Aku juga sedang menunggu, menunggu jawaban Tuhan atas rindu-rindu kepadamu yang telah kukemas dan kukembalikan kepada-Nya. Biar kujadikan rindu-rindu itu menjelma doa.