Berkat Pos Cinta

.….menuju petang
“Ada senjaaaa di bola matamu, yang memaksa diriku tuk bilang aku sayang padamuuuuuu.”
Iya aku tahu. Maksa.
Seperti yang telah kamu ketahui pula, aku tak pandai bermulut manis. Apalagi memasang tampang serupa. Wajah yang jutek dan judes dibingkai bibir yang senang bicara ketus dan sembarangan, ungkapmu demikian. Namun, aku tak berani jamin bila dengan membaca surat demi suratku ini akan membuatmu semakin sayang padaku nantinya. Kita lihat saja.
Keikutsertaanku pada #30hariMenulisSuratCinta mungkin akan sedikit membantu keterbatasanku. Kekurangan yang selalu kusesali sendiri akibat terlalu banyak kata yang tak pernah sampai padamu. Atau bahkan, Pos Cinta mungkin akan banyak berjasa untuk kita. Setidaknya membuatmu menjadi seorang pria paling beruntung dan bahagia di dunia. Aku selalu ingin kau merasa demikian selama bersamaku. Karena sekali lagi kuingatkan kepadamu, Sayang. Aku tak punya harta selain kata-kata. Maka, akan kupersembahkan seluruh yang kupunya.
Surat demi surat ini akan menjadi saksi perjalanan kita. Aku tak yakin ada alasan tepat selain Tuhan untuk sebuah perpisahan. Dua hati yang terpadu selalu berhak untuk menjadi satu. Masalah ini dan itu tidak pantas menjadi pengganggu. Mereka sudah ditakdirkan menjadi bumbu. Sama seperti saat aku memilih untuk mencintaimu. Tidak banyak pertimbangan, sebab aku mencintaimu bukan memperdagangkannnya. Tidak banyak peraturan, sebab aku menyayangimu bukan mempermainkannya.
Bila kelak semesta tidak lagi menyatukan kita, surat-surat ini akan mengingatkanmu untuk pulang, bahwasannya tak ada rumah senyaman aku. Selalu ada alasan untuk membuatmu selalu tinggal. Begitu pula aku, selalu ada alasan yang membuatku selalu kembali; KAMU.
Salam hangat sehangat senja (di matamu :p),
Ilyana

Home

 …..di berapa menit menjelang tidur, yang terlalu terlalu dini dari biasanya

Mungkin terlalu cepat dari biasanya. Namun lelah di tubuhku membuatku tidak punya pilihan lain. Salahmu yang telah membuatku lelah seharian, lelah yang membahagiakan.
Aku seperti tak lagi punya alasan untuk tidak mengiyakan hidup bersamamu. Mengingat segalanya. Sebagai seorang yang perfeksionis, aku sangat menghargai setiap detil dari apapun. Termasuk pada kebaikanmu. Mungkin dengan menghitungnya dapat membuatku yakin. Setidaknya untuk memutuskan tanpa terus bertanya-tanya sendirian.
Saat aku sakit berhari-hari, kamu siaga di sisi. 
Saat susah payah menyelesaikan perkara sekolah, kamu membantu tanpa lelah.
Saat tangis pecah dan merasa dunia begitu jahat, kamu berbaik hati dan mendekat.
Saat jerawat bersarang di setiap titik di wajahku dan aku malu karenanya, kamu malah dengan bangga mengenalkan aku pada kerabat-kerabatmu.
Saat tidak ada siapapun yang benar-benar peduli, kamu selalu menemani.
Terlalu banyak, Sayang. Terlalu banyak kebaikanmu yang mampu terbilang. Kamu selalu menjadi tempat yang tepat untuk aku berlari membawa perih dan mewujudkan mimpi-mimpi. Kepadamu aku selalu ingin pulang. Kamu adalah nikmat Tuhan yang tidak akan pernah aku dustakan.
#np Home – Michael Buble

Debu-debu Kasar

Dunia maha luas dengan galaksi bima sakti tanpa batas. Semua ada di sana, dari zat terbesar serupa matahari bahkan yang terkecil sekali pun seperti mikroorganisme. Dunia angkasa selalu menarik. Begitu banyak orang menerka-nerka apa yang sebenarnya ada di sana. Tak ada yang bisa menjamin telah melihat rupanya dengan nyata, selain dari visualisasi film atau pembelajaran di buku sains. Semua ada di langit, apa-apa yang tidak ada di bumi. Delapan planet, sebuah planet kecil yang telah dikeluarkan dari keluarga tata surya, dan ratusan planet kerdil lainnya. Semua ada di sana. Namun, sama seperti di bumi, mungkin saja ada banyak debu-debu kasar yang beterbangan di angkasa, yang sebenarnya adalah puing-puing meteor yang ukuran terkecilnya serupa batu kerikil.
Debu-debu kasar itu terkadang mengikuti bulan mengelilingi orbit, tak jarang juga ia terpental satelit dan menjadi benalu baginya. Terpelanting. Terpecah belah menjadi serpihan tanpa rupa. Berkali-kali berdoa dan berusaha agar mampu bersanding dengan berputarnya para planet dalam tata surya. Setidaknya mengaku tidak mampu menyaingi rotasi mereka.
Debu-debu kasar itu berkali-kali jatuh, terseok. Perlahan terburai dengan pecahan-pecahan yang cacat dan melukai. Berapa kali pun ia berusaha berlari mengejar Venus, kutub di belakangnya dengan kuat menarik. Ia tetap berjalan, tetapi mundur. Tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Orbit menjadi terbalik. Jalurnya menjadi mustahil untuk ditapaki. Lubang hitam yang teramat besar itu selalu berusaha menyedot mereka serta-merta. Dengan segala cara. Black hole adalah momok bagi semua makhluk di angkasa. Ia bisa berbentuk apapun, dari mikroskopik sampai ke ukuran alam raya. Massanya tak jua mampu diterka, bermassa bintang atau lebih. satu yang pasti tentang dirinya, Ia mampu menyerap apapun di sekitarnya dan tidak akan pernah mengembalikannya lagi. Namun debu-debu kasar itu bisa apa? Memaki matahari karena tetap diam saja menyinari dunia tapi tidak membantunya? Atau menuntut bulan yang mesikpun terlihat ramah ternyata ia tidak peduli karena terbiasa melakukan segalanya sendirian?
Debu-debu kasar itu menangisi takdirnya. Merasa menjadi makhluk paling menderita. Namun, apakah Merkurius tidak pernah menangis karena diciptakan sepanas api, sehingga tidak ada yang mau menempatinya? Juga Saturnus, meski terlihat cantik ternyata berbahaya untuk makhluk apapun mendekatinya? Apakah bumi tidak pernah merasa terluka karena pengabdiannya untuk menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi manusia hanya dibalas air tuba? Debu-debu kasar itu tahu setiap makhluk memiliki duka-sukanya. Lalu, mengapa ia terus-terusan terlarut dalam kecewa? Debu-debu kasar itu kehilangan jiwa dan akalnya. Tanpa jati diri. Bertanya-tanya, sebagai makhluk yang tiba-tiba diciptakan di bumi tanpa bisa memilih asal-usul idamannya. Apakah penghuni langit lainnya diijinkan untuk memilih takdirnya saat mereka masih di dalam rahim Sang Pencipta? debu-debu kasar sadar akan pernyataan itu. Ia juga kerap kali mempertanyakannya. Lalu mengapa ia tidak berhenti merasa khawatir dan terus bertanya?
Debu-debu kasar itu tidak pernah tersadar. Debu-debu halus di bumi begitu memujanya dari kejauhan. Karena mereka tak dapat terbang, mereka malah terbiasa diterbangkan secara tidak sengaja. Berpindah tempat dari satu ke yang lainnya. Tempat yang kotor dan usang, atau gelap dan terpencil. Debu-debu di bumi begitu iri, karena debu-debu di angkasa diciptakan dengan rupa kasar yanag kokoh dan kuat meskipun terhantam komet berkali-kali. Sementara debu-debu halus di bumi hanya mampu terinjak. Dan terusir bahkan dengan hanya tiupan angin.
 ———
Ternyata, ada keraguan yang tidak pernah terpikirkan debu-debu kasar. Ada juga jawaban yang tak pernah diketahuinya. Ia selalu terpaku pada pemikirannya sendiri dan meragukan jawaban yang sudah ia temukan. Menutup kesempatan untuk peluang jawaban lainnya. Jawaban yang mungkin saja selama ini dicarinya.