Liburan Ke LN dengan Ikut Program

Saya tidak berasal dari keluarga kaya yang biasa familly holiday ke luar negeri. Buat saya ke luar negeri adalah sebuah kemewahan. Karena saya sangat mencintai travelling dan travelling ke luar membutuhkan biaya tidak sedikit, maka saya cari alternatif dengan mengikuti program-program kepemudaan internasional, seperti Konferensi, Course Program, atau Homestay Program seperti yang baru-baru ini saya ikuti. Jadi, semua orang bisa ke luar negeri, bukan cuma saya!

Saya pernah mengikuti Program Winterkurs di Berlin, Jerman selama kurang lebih empat puluh hari di tahun 2010 dari Goethe Institut yang seluruh biayanya ditanggung oleh pemerintah Jerman, bahkan para delegasi juga mendapatkan Taschengeld (uang saku) sebesar 75 Euro tiap minggunya. Para delegasi tinggal di asrama Goethe Institut yang memiliki fasilitas lengkap seperti ruang bermain, dapur serta ruang makan, laundry, hingga kebun apel alias ruang komputer yang dapat digunakan oleh para delegasi. Jaman itu internet belum seperti sekarang, tidak semua orang memiliki HP pintar, yang memiliki kamera juga hanya sedikit sekali. Bahkan saya sendiri tidak memiliki ketiganya saat itu. Saya hanya menumpang dari HP teman-teman lain dan mendapatkan foto dari Facebook setelah diunggah mereka. Sedih memang, tapi saya senang dapat terbebas dari keterbatasan itu. Bahwa tidak perlu kaya untuk bisa ke luar negeri 🙂

Namun saya juga pernah mengikuti program yang biayanya tidak sepenuhnya ditanggung oleh pengada acara. Seperti misalnya  Youth Leadership Homestay Program 2018 di Sydney, Australia kemarin. Program tersebut diadakan oleh Gerakan Mari Berbagi yang salah satu value-nya adalah Volunteering, jadi semua biaya dipikirkan sendiri tidak ada yang dibayari. Mengapa demikian? Alasannya, kita akan lebih menghargai apa yang kita bayar daripada yang gratis. Saya sangat setuju dengan ini. Selain itu, keterbatasan dipercaya membuat kita menjadi kreatif mendadak. Dan terbukti benar pada saya saat itu. Tiba-tiba muncul ide untuk menjahit ini dan ituuntuk saya jual. Maka Para delegasi mengupayakan sendiri biaya untuk perjalanan mereka ke negara tujuan. Meskipun pada akhirnya saya juga mendapatkan sponsor uang saku dan tiket pesawat gratis pulang-pergi. Biaya hidup selama di Aussie yang sangat memakan biaya itu sudah ditanggung host-fam, saya hanya perlu memikirkan biaya visa dan biaya oleh-oleh hehehe.

Intinya, ada berbagai banyak cara untuk bisa ke luar negeri dan mengikuti program internasional. Tidak perlu bingung jika sudah mendaftar berbagai program tapi tidak kunjung diterima. Sekarang ini ada banyak sekali program go-abroad yang dapat membantumu mewujudkan cita-cita itu. Mungkin banyak juga yang memiliki uang cukup untuk berlibur ke luar negeri, tapi ingin ke luar negeri untuk mengikuti suatu program kepemudaan untuk menambah pengalaman, tidak hanya untuk liburan. Saran saya, daftar saja program-program berbayar, jika tidak punya biaya kamu bisa mencari sponsor untuk membantu mewujudkan mimpi itu. Mencari sponsor itu tidak sulit asal tau strateginya. Informasi yang baik adalah informasi yang tersampaikan, tidak hanya dipublikasikan. Menurut saya, kesempatan baik didapatkan orang bukan karena ia mampu, tetapi karena ia banyak mencari informasi. Nah, informasi mengenai acara-acara internasional dapat kamu akses di internet, beberaa bahkan memiliki website khusus seperti Youth Opportunities misalnya (saat ini baru tersedia app untuk android).

Di dalam negeri sendiri ada juga program kunjungan kebudayaan hingga konferens internasional di luar negeri. Seperti Youth Empower, Studec Indonesia, dan lain-lain. Organizer tersebut umumnya memiliki line official atau WhatsApp yang dapat memberikan kamu update informasi terbaru. Bahkan ada juga pula pilihan negaranya, tentunya biaya diberikan tergantung dari negara yang dituju dan berapa lama program akan berlangsung.

Proses yang dilalui masing-masing orang untuk mengikuti program antar negara mungkin saja berbeda-beda, ada yang bayar sendiri ada juga yang mendapat beasiswa full, tapi hal tersebut tidak membedakan tujuan akhir yang akan didapatkan. Ketika sudah ada di dalam CV, bayar atau tidak berbayar tidak akan dipermasalahkan, yang ditanya adalah apa yang kamu dapatkan dari mengikuti program tersebut. Jangan batasi diri kamu dengan hanya mau mengikuti program yang gratis, karena dengan perjuangan lebih untuk sesuatu, saya selalu yakin cerita yang didapatkan juga akan lebih banyak dari itu. Bayar nggak bayar, nggak jadi masalah sama sekali! Apalagi kalau endingnya kamu dapat sponsor yang meng-cover semua kebutuhanmu selama program di luar negeri. Sama aja beasiswa full kan? 🙂

Siapapun bisa ke luar negeri. Luar negeri itu tidak jauh, tidak mahal. Hanya perlu usaha lebih saja untuk memperjuangkannya. Selamat berjuang untuk kamu semua yang ingin jalan-jalan sambil cari pengalaman! Let’s go abroad!

Australia Youth Leadership Homestay Program 2018

Sebagai perasaan senang saya atas tingginya antusiasme teman-teman yang menanyakan tentang Homestay Program kemarin, saya akan jelaskan secara rinci melalui postingan blog ini. Bagi yang males baca juga bisa tengok Vlog yang akan saya buat nanti, masih mengumpulkan keberanian nih hehehe.

Tanggal 27 Februari 2018 kemarin saya berangkat ke Sydney, Australia bersama tiga orang delegasi lainnya. Kami memiliki latar belakang minat yang berbeda-beda. Saya di bidang pariwisata, Mumu adalah seorang guru, Maizal sebagai Jurnalis, dan ada juga Julian yang merupakan dokter sekaligus PNS. Asal daerah kami juga berbeda-beda. Kami mengikuti program Australian Youth Leadership Homestay Program 2018 yang diadakan oleh Gerakan Mari Berbagi, sebuah Non-Government Organisation yang kini sudah menjadi yayasan. Organisasi ini berfokus kepada pembentukan pemuda untuk berkontribusi di masyarakat dengan tidak memandang perbedaan budaya, suku, maupun agama. Program Homestay ini kurang-lebih adalah reward atas apa yang sudah kami lakukan kepada lingkungan sekitar.

Jadi, program ini prosesnya memang panjang. Homestay Program ini hanya diperuntukkan bagi para alumni Youth Adventure & Youth Leaders Forum yang setiap tahunnya diadakan oleh Gerakan Mari Berbagi. Untuk mengikuti YA & YLF diperlukan proses seleksi yang tidak sedikit, nah untuk Homestay Program kami juga perlu melewati proses seleksi lagi.

Ada tiga negara yang ditawarkan kepada calon delegasi; Jepang, Australia, Belanda. Saya memilih Australia karena saya tidak memiliki alasan untuk tidak memilihnya he..he.. Saya bahkan nggak pernah terpikir akan travelling ke Australia karena apa-apa serba mahal, apalagi Sydney. Ternyata program ini yang mengantarkan saya ke Aussie, benar-benar seperti mimpi.

 

 

Seperti apa Tahap Seleksi Youth Leadership Homestay Program?

Tahap seleksi ada beragam (pertama sekali tentu saja seleksi berkas, baru interview); pertama saya masuk ke post visi-misi. Saya ditanya tentang latar belakang saya dan apa tujuan pergi homestay nanti. Ini bukan travelling lho ya, jadi harus ada goals yang didapat. Karena latar belakang dan minat saya adalah budaya dan pariwisata, maka saya jelaskan bahwa saya ingin mengunjungi komunitas-komunitas berbeda yang tidak ada di Indonesia dan lakukan company visit ke perusahaan travel di Sydney. Yang meng-interview saya saat itu adalah board member kami yang memang asal Sydney; Richard. Ada juga bule lainnya yaitu James. Ada satu GMBers (non-alumni homestay), dan satu lagi Doki (alumni homestay Australia).

Seleksi kedua adalah kontribusi. Apa saja yang sudah saya lakukan baik untuk masyarakat maupun untuk GMB. Seleksi ketiga tentang potential cases, calon delegasi ditanya tentang bagaimana bila nanti harus tinggal di rumah keluarga yang memiliki anjing (bila ia muslim) atau bagaimana bila harus tinggal di rumah pendeta atau pasangan sesama jenis, dsb. Tips: Jawablah jujur dan jadi diri sendiri. Sebelum seleksi interview latihan dulu di depan kaca dan persiapkan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan yang kira-kira akan keluar.

Setelah itu, terpilihlah total 15 delegasi untuk tiga negara. Australia 4 orang, Jepang 6 orang, dan Belanda 5 orang (ending-nya satu orang dari tim Belanda mengundurkan diri karena sudah bekerja dan terikat lembaga).

 

Seperti apa pengalaman Homestay Program selama di Australia?

Saya akan menjadi sangat emosional bila menceritakan soal ini. Benar-benar merasa bersyukur karena saya ditempatkan di rumah Richard (board member GMB asal Australia) yang saya sering panggil Papa, ternyata jadi Papa beneran akhirnya. Saya tidak sendiri dan akan satu rumah dengan Mumu. Sedangkan Maizal dan Julian tinggal di rumah Fred dan Paula.

Richard dan Anne tinggal di daerah sub-urban Hills District, bernama Castle Hill (ada juga Baulkham Hills, dll). Sebuah kawasan sub-urban yang sangat elit karena rumahnya besar-besar. terletak lima puluh menit dari pusat kota Sydney. Saya bahagia sekali dapat tinggal di rumah Richard karena mereka memiliki halaman belakang yang nampak seperti hutan yang terawat. Semua pepohonan itu Richard dan Anne sendiri yang menanam puluhan tahun lalu. Ada food step, box berisi buku bacaan dan alat tulis untuk para cucu, juga ada nama semua cucu terpatri di setiap pohon. Kamar saya memiliki jendela yang menghadap ke halaman belakang. Yang kalau pagi terdengar burung-burung bernyanyian bahkan bertengger di dahan (burung di Australia indah-indah warnanya!). Ada juga corner di rumah Richard yang menjadi teras penghubung ke halaman belakang. Tempat yang sangat cocok untuk bersantai sambil minum teh, baca buku, atau ngobrol. Benar-benar rumah idaman saya!

Yang paling berkesan adalah keluarga Richard yang nampak sempurna di mata saya. Anak yang semuanya sudah menikah (Richard punya 4 anak; Adam, Matthew, Daniel, Bede) dan 12 cucu yang lucu-lucu parah! Saya dan Mumu bahkan sempat menjadi baby sitter untuk empat cucu karena orang tua mereka mau “pacaran”, jadi menitipkan anaknya ke Grandad dan Nanny (ini hal lazim yang biasa terjadi di Australia). Saya bahagia dapat menjadi bagian dari lovely family ini. Mereka semua sangat welcome dan menyenangkan. Rasanya pengin jadi anak adopsi Richard dan Anne dan tinggal di sana terus!

 

Apa saja yang dilakukan selama Homestay Program?

Sebenarnya ini adalah kesempatan bagus untuk magang di perusahaan di Aussie, tapi berhubung magang di Aussie itu suliiiiit nggak seperti di Indonesia, maka saya pikir lebih baik company visit saja. Bosan juga kalau dipikir-pikir harus magang di satu tempat dan melakukan hal yang sama tiap harinya, ketemu orang yang sama tiap harinya. Sayang banget kan apalagi sedang di Sydney! Malah enakan company visit bisa liat perusahaan dan ketemu orang berbeda, bisa memperluas networking juga.

Ada satu perusahaan yang saya idam-idamkan yang sejak lima bulan sebelum sudah saya hubungi untuk magang. Meskipun saya juga melamar magang ke company lain, saya sih target utamanya magang di perusahaan itu, namanya World Expeditions. Monika Molenda, Reservation Manager yang sejak November membantu saya mencarikan posisi untuk intership, sayangnya tidak ada divisi yang membutuhkan tenaga magang. Bisa gitu ya, kalau di Indonesia tawaran tenaga anak magang pasti nggak akan ditolak dan dimaksimalkan. Mengapa saya ngotot untuk kunjungan ke World Expeditions adalah karena visi dan misi perusahaan yang “gue banget”. WE adalah sustainable travel company yang mengadakan trip ke berbagai penjuru dunia, bahkan awalnya bukan keliling Aussie, melainkan Himalaya. Nggak heran suasana kantornya dibuat dengan dekorasi ala Nepal. Bikin jatuh cinta deh pokoknya!

Selain company visit, delegasi juga dianjurkan untuk ocmmunity visit. Khususnya mengunjungi komunitas yang tidak ada di Indonesia, apalagi yang tabu. Seperti komunitas LGBT. Beruntungnya kami saat ke Sydney bertepatan dengan perhelatan LGBT terbesar di Australia, yaitu The Mardi Gras! Sebuah festival LGBT ke 40 tahun sekaligus persemian menikah sesama jenis. Ribuan pengunjung datang dari berbagai penjuru Australia, bahkan ada juga yang dari luar negeri datang khusus ke Sydney untuk ikut merayakan The Mardi Gras. The festival was going wild!

Selain LGBT, kami juga mempelajari tentang masyarakat beragama lain, seperti mengunjungi gereja kristen katolik yang makin hari makin sepi pengunjung. Religiusitas masyarakat Australia kini menurun dan banyak yang memilih untuk tidak beragama. Selain itu saya juga mengunjungi komunitas agama Bahai. Lucunya, di Indonesia ternyata sudah ada komunitasnya, saya malah tahu lebih dulu di Sydney. Saya sengaja mengunjungi temple di hari diadakannya ibadah (seminggu sekali). Saya mengikuti rangkaian ibadah yang hanya berlangsung setengah jam itu. Nggak sia-sia perjalanan dua jam menuju Bahai Temple karena sepulangnya saya justru tak hanya dapat informasi baru, malah dapat banyak sahabat yang asik-asik. Kita ke pantai, kaokean, makan bareng, dll. Seru kan kalau rukun dalam keberagaman.

 

Apa saja pembelajaran yang didapatkan setelah mengikuti Homestay Program?

Cinta. Ini adalah valua pertama yang saya pelajari dari Richard dan Anne. Hingga usianya yang kini 70 tahun (Anne 66 th), mereka berdua masih sangat romantis. Saya selalu merasa kagum dengan bule-bule yang mau menikah dan membina rumah tangga, apalagi sampai punya anak-cucu. Apa resep keharmonisan Richard dan Anne? Baca ulasan lebih lengkapnya di sini.

Pola Asuh. Anak-anak Richard semuanya telah menjadi orang sukses dan memiliki keluarga yang harmonis juga. Saya belajar banyak dari pola asuh yang diterapkan oleh Richard dan Anne dalam mendidik dan membesarkan anak-anak mereka. Daniel, satu-satunya anak perempuan mereka, memilih untuk bekerja setelah lulus SMA. Ia tidak mau kuliah, namun Richard dan Anne tidak memaksakan kehendak mereka dan memberikan kebebasan kepada Daniel asalkan ia dapat menanggung resikonya dan sadar atas pilihan yang diambil. Terlepas dari itu, Richard dan Anne akan selalu mendukung keputusan apapun yang diambil oleh anak-anaknya. Duh, senangnya!

Toleransi. Tidak hanya kepada beda agama, tapi juga suku. Bisa bayangkan apa jadinya kalau warga Australia membenci orang kulit hitam, sedangkan penduduk asli Australia sendiri aslinya adalah Aborigin yang berkulit gelap? Teman-teman saya yang beragam Bahai pun mengaku tidak pernah mendapat tindak diskriminasi dari orang-orang beragama lain, karena agama merupakan hal yang bersifat pribadi dan privasi. Meskipun ada juga warga Aussie yang masih rasis, namun jumlahnya sangatlah kecil. Saya kemudian menemukan titik perbedaan itu, bukan bermaksud membandingkan, tapi kita harus membuka mata dan banyak belajar dari negara lain, khususnya negara maju. Cara paling jelas untuk bisa menjadi masyarakat seperti di negara maju adalah berpikiran yang juga maju, alias terbuka terhadap perbedaan dan hal baru.

Disiplin. Satu pengalaman yang sering kali membuat saya malu ketika mengatakan dari Indonesia adalah budaya telat. Orang-orang Aussie sangat mengenal Indonesia sebagai masyarakat dengan penganut jam karet. Bahkan pesawat saja sering ngaret! Selain itu, orang juga terbiasa mengantre, meskipun masih lebih jauh rapi orang Jepang, tapi ini pun sudah cukup membuat saya takjub. Khususnya antrean bis. Haltenya kecil, antriannya mengekor panjang sampai bermeter-meter dan mereka tertib. Buang sampah juga bagian dari disiplinnya orang-orang Aussie. Akhir-akhir ini mereka membuat campaign, “Don’t be a tosser!” buat orang-orang yang suka buang sampah sembarangan.

Itu dulu rangkuman kegitan Homestay Program saya selama di Aussie kemarin. Intinya, saya merasa bersyukur dan beruntung dapat mengikuti program ini. Sebuah keputusan terbaik yang pernah saya ambil dalam hidup saya. Pengalaman-pengalaman yang saya dapatkan luar biasa, pastinya tidak akan saya dapatkan kalau kunjungan saya ke Sydney hanya untuk travelling saja dan bukan untuk Homestay Program ini. Semoga dapat bermanfaat untuk teman-teman semua.

See ya!

 

Nay.

 

 

 

Sesal Berbalut Prosa

Menulis tentangmu tidak pernah sesulit ini. Meski masih jauh lebih sulit mencintaimu dengan cara yang seringnya tidak kumengerti. Akumu bahkan sebaliknya, begitu banyak ekspresiku yang tak kerap kau pahami.

Jika air mata mampu mengungkapkan berjuta cerita, ijinkan aku memberikan basah bajuku. Agar tersampaikan pula tentang rasa sesal atas apa yang terjadi pada kita malam tadi.

Demikian aku berusaha memberikan pembenaran. Aku hanya dihantui ketakutan-ketakutan yang akan datang. Aku takut kau tinggalkan. Dan kau dihantui ketakutan-ketakutan itu saat ini. Kau takut kehilangan aku saat kita akan melangkah lebih jauh lagi. Takut tinggal dalam dunia mimpi yang terlalu luas untuk dihuni seorang diri.

Bukan inginku untuk membahas ini berulang-ulang bahkan sekali lagi kali ini. Seperti apa yang telah kukatakan, aku hanya ingin menyampaikan bahwa semua ini bukan yang kuinginkan, begitu sulit menjadi aku. Lucunya, kamu sering pula mengalami hal demikian, ketika aku tidak mengerti bahwa begitu sulit menjadi kamu dan semua berjalan tidak seperti yang kau inginkan. Aku menyadari satu hal: selera humor kita buruk sekali, Sayang. Kita terlalu sering melewati peristiwa-peristiwa lucu yang seharusnya tidak terjadi.

Benar, aku tidak pernah tau apa yang akan terjadi nanti. Bersikeras mengantisipasi sambil sesekali berusaha pergi. Panggil aku berlebihan, nyatanya cinta yang membuatku melulu kembali dan memaafkanmu sekali lagi. Meskipun seringnya kau tidak merasa telah melakukan sebuah kesalahan. Kini berganti, rasa penyesalanku mengantarkan tulisan ini kepadamu, maukah kau memaafkanku kali ini?

Amarah menang sekali lagi dan mengalahkan kita berdua. Rindu yang tak kunjung menjumpa penawarnya.

 

Kuta, 15-04-2018

 

Refleksi Homestay Program Hari 1: Cinta

Saya tidak pernah menyangka. Pelajaran yang akan saya dapatkan pertama kali setibanya di Australia dalam Homestay Program ini adalah tentang cinta.

“Go on,” sahut Richard ketika saya berkata ingin mengajukan sebuah pertanyaan. Saya ragu, tapi rasa keingintahuan saya selalu lebih besar dari rasa takut yang saya punya.

Kami menuju Car Park bandara yang sangat ramai. Saya diam-diam sembari mengamati setiap hal untuk dibandingan dengan kondisi di Indonesia. Tidak sulit menemukan di mana mobil Richard terparkir sebab semua teroganisir dengan baik, juga karena jumlah mobilnya tidak sebanyak di Jakarta. Karcis parkir ditelan mesin dengan sukses, pertanda kami dapat meninggalkan bandara dan meluncur ke rumah Richard yang terletak agak jauh dari pusat kota.

“Do you still love Anne just like the first time you met her and decided to marry her?” saya memerhatikan air mukanya, siaga kalau-kalau ekspresi di wajahnya berubah masam atau malah bingung. Namun, ternyata tidak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan jawaban karena dalam hitungan detik ia segera menjawab,

“Of course yes.”

Saya tidak habis pikir, bagaimana caranya menjalin cinta selama berpuluh-puluh tahun, tidak berkurang dan hilang sedikitpun? Seperti sebuah keajaiban. Mereka tidak pernah mengumbar kedekatan yang vulgar memang, tetapi ikatan itu dapat dengan kuat saya rasakan. Jika ada kata-kata yang sering belum disampaikan Richard, namun sudah dapat ditangkap dengan baik oleh Anne. Sama halnya dengan Anne yang sering sekali dibantu oleh Richard di dapur dan bahkan ruang makan, bahkan mencuci dan memasang sprei. Sepasang kekasih dengan anak-anak yang sukses dan 12 cucu di sebuah rumah yang rindang, bukankah semua akan terlihat lebih mudah jika kita sebagai individu menghormati satu sama lain, tidak perlu semua orang, setidaknya orang yang paling kita sayang?

“Apa kuncinya?“

„Toleransi dan menghormati. Yang pertama adalah yang utama.“

Saya bergumam. Toleransi yang biasa digembor-gemborkan di jalanan, di media, rupanya dapat dimulai dari lingkungan terdekat dan terkecil bernama keluarga. Orang-orang di negara maju sangat toleran, itulah mengapa mereka bisa maju. Sama halnya dengan Richard dan Anne yang memutuskan untuk menikah, karena mereka sangat toleran satu sama lain.  Sebab banyak orang di Australia yang memutuskan untuk tidak menikah, karena pernikahan bukanlah keharusan dan bukanlah sesuatu yang mudah, membutuhkan „perjuangan“ salah satunya perihal toleransi.

Program yang saya ikuti ini adalah salah satu jalan menuju sukses yang telah dilakukan orang-orang di masa mudanya, namun apakah cinta menjadi salah satu faktor kesuksesan mereka? Cinta jelas adalah sebuah value (nilai)  yang dapat mendukung kesuksesan tersebut. Atau justru cinta adalah sebuah goal (tujuan) bagi banyak orang yang menjadi tolak ukur kesuksesan. Termasuk saya.

Tidak banyak saya mengenal orang-orang sukses di Indonesia (atau mungkin pengetahuan saya saja yang kurang luas) sukses pula dalam kisah percintaannya, meskipun dalam hal ini cinta bisa bermakna apapun; cinta untuk keluarga, orang tua, teman, dan lain-lain. Cinta yang saya maksud adalah tentu tentang pasangan jiwa (soulmate), meskipun belum tentu menjadi pasangan hidup dan tidak harus menjadi demikian. Mungkin itu pula alasannya mengapa Ridwan Kamil (Walikota Bandung Periode 2013-2018) menjadi sangat terkenal dan diidolakan banyak kawula muda. Sebab tidaklah mudah menemukan figur seorang pemimpin sukses yang langgeng dengan pasangannya, bahkan untuk sosok yang satu ini kadang malah kelewat romantis dan bikin baper (bawa perasaan) anak-anak muda lewat postingan Si Cinta (Bu Atalia, istri beliau).

Saya muak mendengar kisah perceraian terjadi setiap hari di Indonesia seolah-olah adalah sebuah hal yang mudah dan murah. Ya, perceraian membutuhkan dana untuk banyak hal. Faktanya, di Indonesia ada sebanyak 40 pasangan bercerai setiap jamnya. Data ini saya dapatkan dari sebuah berita di tahun 2013 yang disampaikan oleh pihak Kementerian Agama RI. Kasus perceraian meningkat setiap tahunnya di Indonesia, berarti sangat besar kemungkinan bahwa di tahun 2018 ini jumlahnya bertambah dan menjadi lebih banyak.

Pikiran saya semakin bercabang, mengidentifikasi tentang apa saja hal yang pernah saya temui di Indonesia berkenaan dengan cinta dan pernikahan. Maksud saya, orang-orang Australia, Richard dan Anne sekalipun yang bukan pasangan religius, dapat menjadi sepasang kekasih yang sangat tulus dan sempurna di mata saya. Tidak pernah sekalipun saya bertanya apa agama mereka atau bisa saja mereka menganut atheisme. Sebab bagi saya, agama merupakan suatu hal yang personal dan setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk berinteraksi dengan Tuhan, dalam konteks agama apapun.

Di sisi lain, orang-orang Indonesia yang umumnya beragama dan bahkan ada pula agama mayoritas, yang sejatinya percaya akan makna Ketuhanan dan begitu mencintai Tuhannya berkat karunia yang diberikan, seharusnya lebih bisa membina rasa cinta kepada manusia dan menerapkan apa yang mereka lakukan untuk Tuhannya. Namun yang saya dapatkan justru berita perceraian di mana-mana, KDRT tidak sedikit terjadi baik di pedesaan maupun ibu kota. Yang justru pernah membuat saya berpikir untuk tidak mau menikah, karena takut bila harus mengalami perceraian. Dari sini jelas terlihat, bahwa cinta dan agama bukanlah dua hal yang menjadi satu kesatuan, meskipun sangat erat berkaitan satu sama lain. Agama adalah agama. Ada cinta di dalam agama, namun tidak begitu dengan cinta, karena di dalam cinta seharusnya ada toleransi dan ketulusan, bukan SARA. Lantas, mengapa urusan pernikahan harus dikelola oleh Kementrian Agama RI? Bukankah agama dan cinta adalah dua hal yang berbeda?

#IamGMBer

#GMBHomestayProgram

#GerakanMariBerbagi

Menjumpamu Sekali Lagi

Aku benci untuk memimpikan hal-hal yang tak bisa kutentukan sendiri bagaimana hasilnya. Hanya berpangku pada doa yang tak kita ketahui parameternya bagaimana pantas terwujud. Senyummu dengan lancang muncul di hari-hariku dan menyapa tanpa jemu. Ingin aku abai, namun teduh auramu mengunci seluruh tubuhku, membuatku sesak sekaligus ingin kau selamatkan di saat bersamaan.

Suatu sore tanpa hujan, pesanmu menyambar kesadaranku serupa petir. Tidak, katamu. Kita tak sama. Kamu terlalu sempurna. Butuh waktu tiga puluh menit lamanya untuk mencerna kalimatmu. Atau lebih tepatnya untuk meyakini bahwa apa yang kubaca adalah benar atau mungkin kau hanya bercanda karena aku tau selera humormu buruk sekali. Pesanmu muncul sekali lagi, kali ini hanya memanggil namaku diakhiri tanda tanya, mungkin merasa bersalah.

Malam itu juga hatiku remuk dan berserak, akan sangat sulit menyatukannya seperti sedia kala karena tak akan ada kemungkinan kau menarik kalimatmu kembali, bagaimanapun kamu akan bertahan dengan apa yang kau percaya. Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku merasa terhina karena dipuji.

Sebuah kebetulan memaksa kita untuk bertemu sekali lagi. Barangkali ini yang terakhir. Aku tidak mengerti bagaimana caranya untuk bersikap di hadapanmu nanti. Kemudian di ketibaanku, sosokmu terlihat dan langkahmu mendekat. Ada gelembung-gelembung yang menyumbat saluranku bernapas, merupakan akibat dari panik dan senang yang beriringan. Senang karena seperti apapun fakta berusaha menjelaskan, kamu tetap pernah menjadi bagian dari warna-warni hariku dulu.

Seperti yang sudah kuduga, tidak ada tegur sapa tercipta. Aku mencari cara untuk tetap berjarak dekat denganmu, dengan kewarasan yang sewajarnya, seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Kau membaca, dan ekor mataku menangkap ekor matamu yang mengarah kepadaku. Lalu kau pangku pelipis dahi dengan kepal tangan kiri, disusul dengan tangan kanan untuk menutup seluruh pandangan mata agar tetap terfokus pada buku yang kau baca, karena mungkin kehadiranku mengggangu konsentrasimu sedemikian rupa. Entah akan berapa lama kita bertahan seperti ini. Kau bersikeras merasa tidak pantas untukku, sedangkan jauh di lubuk hatiku adalah aku yang merasa tidak pernah benar-benar kau inginkan.

Tulisan ini tidak memiliki akhir yang menyenangkan. Melainkan sebuah penyesalan atas pernyataan, untuk pertama kalinya selama 25 tahun hidup dan menjajal berpuluh pria, baru kali ini aku paham apa itu rasa cinta, sebuah kesimpulan yang kudapatkan setelah bergumam bahwa aku ingin menghadapi hidup bersamamu.

Bercumbu Lewat Puisi

Aku pernah melihat matahari meninggalkan warna emas saat akan tenggelam dan kuikrarkan bahwa itu adalah senja terindah yang pernah kulihat seumur hidupku. Ternyata sore ini pernyataan itu terbantahkan. Tidak ada warna jingga biasa yang dipantulkan langit. Justru magenta dengan gurat violet, seolah-olah Tuhan sengaja menggoreskan palet ungu di langit yang ranum. Seperti sadar sedang diperhatikan, cahaya terang pukul 17.42 itu masuk ke sela jendela kamar yang terbuka. Membentuk siluet tepi jendela. Aku sempat duduk menghadap jendela sebelum akhirnya tersenyum dan membatin, momen yang sempurna untuk bercinta dengan kau lewat puisi.

Aku menyendok tiga kali bubuk kopi yang kira-kira hanya tersisa 100 gram lagi, menjerang air pada cangkir, menghidu aroma nikmat tak terdefinisikan, lalu mengembuskan namamu yang menyatu pada kepul asap tipis satu-satu. Mungkin kamu tak pernah tahu, pada setiap adukannya, aku mampu bercumbu dengan kau dalam benakku. Mari kita mulai.

Aku tahu sejak dulu. Bahwa mencintaimu membutuhkan lebih dari hanya cinta dan puisi. Memutuskan untuk mencintaimu membutuhkan pula keberanian dan kekuatan yang mungkin kalau bukan karena itu kau tidak kembali ke pelukanku sekarang. Dan barangkali, kedua hal itu pula yang membuatku menjadi pemenang di benak dan jiwamu.

Begini. Jarak tak pernah benar-benar memisahkan kita. Ia hanya membantuku menabung rindu. Sebab dekat tak menentukan kita dapat bertemu. Jauh tak berarti kita tak akan berjumpa. Rindu dan kejutan istimewa akan hadir membayar kekosongan yang pernah diciptakannya, aku hanya perlu percaya. Maka dengan lantang kukatakan pada Jarak, bahwa aku punya kekuatan yang cukup. Dan kurasa itulah yang membuatku menjadi pemenang dan selalu kau cari pulang.

Merah muda dan ungu di langit telah berubah gelap, saat kopi panas itu untuk kedua kalinya kuembuskan namamu. Aku tak pernah bilang melalui semua ini mudah, bahkan aku tak pernah melalui hubungan dengan cara yang seperti ini sebelumnya. Lebih tepatnya, selalu gagal dan berujung sia-sia tanpa tatap muka. Mencintaimu menuntutku jadi pemberani. Siapa yang akan menemaniku ke sana ke mari nanti? Saat malam mendadak mencekam dan kejahatan kota metropolitan menjadi lebih seram daripada film horor Jepang atau Thailand? Tidak ada. Bagaimana kalau di sana rupanya kamu kerap bertemu dengan perempuan lain yang menarik hati meski tanpa komitmen dan janji-janji? Bisa saja terjadi. Dan, anjing! aku benci membayangkannya. Itu kubilang, mencintaimu butuh keberanian. Namun sedemikian rupa pikiran buruk itu bercabang ratusan dan mencipta praduga, satu harapan (atau mungkin lebih tepatnya doa) yang kupunya bahwa kau menggilaiku dan tak akan mendua, tiga, apalagi empat. Biar, aku membesarkan kepala. Cukup saja gila harta dan tahta sebab itu membuat sejahtera, tapi gila wanita, aku selalu percaya kau setia. Lebih tepatnya, kau tak punya banyak waktu untuk itu dan untuk itu hanya aku yang dapat mengerti dan menerima.

Demikian aku merumuskan jurus jitu mencintaimu; cinta, keberanian, dan kekuatan. Perempuan lain belum tentu punya, jadi aku rasa aku tak perlu cemburu karena sudah pasti mereka tidak sekuat dan seberani aku.

Kopiku hampir habis saat notifikasi darimu muncul di layar gawai. Terlebih lagi bubuk kopi itu. Barangkali aku harus ke pulau seberang dekat-dekat ini, untuk membeli stok kopi dan menjumpamu bukan lewat puisi.

Rindu, sekali.

 

 

Gunung Latimojong: Terbaik!

Cuaca buruk akhir-akhir ini tentu saja sangat berpengaruh di gunung. Beberapa gunung ditutup dengan alasan keamanan, agar tidak ada pendakian karena hujan dan badai mampu menumbangkan pohon, menimbulkan kabut yang berakibat ke jarak pandang, dan membuat trek licin tentunya. Akhir tahun dengan musim penghujan bukanlah waktu yang cocok untuk melakukan pendakian, memang.

Di sisi lain, Latimojong kerap “memanggil-manggil” saya. Hati saya malah mengatakan bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk mendaki Latimojong! Seperti kata pepatah, mountain is calling and I must go (serius, saya kalau naik gunung nunggu “dipanggil” dulu).

Saya join dengan grup backpacker dari beberapa kota. Jumlah kami berduabelas. Menjelang hari H, akun-akun gunung di Instagram mulai memberitakan info-info bencana maupun kecelakaan. Seorang teman pendaki perempuan yang saya kenal bahkan dikabarkan meninggal di Gunung Binaiya, ia tertimpa batang pohon (atau ranting, entahlah simpang siur beritanya) tepat di kepalanya. Group WhatsApp dibuat, seorang teman di group rajin meng-update cuaca di Enrekang bersumber dari sanak familinya yang tinggal di sana, seorang lainnya rajin mengirimkan forecast cuaca Gunung Latimojong. Aduh, aduh, malah bikin panik!

Saya sengaja tiba lebih awal di Makassar untuk berkeliling, khususnya untuk berkunjung ke Perpustakaan Katakerja baca di sini. Namun ternyata Makassar diguyur hujan setiap hari, siang dan malam. Duhhhhhh!

Terus terang, baru kali ini saya deg-degan menjelang pendakian. Tidak mungkin dibatalkan karena semua telah dipersiapkan dan tiket sudah di tangan. Saat tiba di Makassar, saya kerap membatin ulang, apa saya mengundurkan diri dari tim dan batal mendaki saja ya? Tapi sudah kepalang. Terlalu mubazir.

Tidak henti-hentinya saya meminta restu kepada ibu untuk mendoakan agar Latimojong tidak hujan saat kami kunjungi. Kalau saja ibu saya melarang untuk pergi, maka saya tidak akan pergi. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, ia dengan mudah mengijinkan saya pergi kali ini. Pertanda yang bagus, batin saya. Saya berdoa tidak henti, selebihnya biar Tuhan yang mengatur.

Hari H tiba, pendakian kami berjumlah dua hari satu malam, lebih cepat dari pendakian pada umumnya yang tiga hari dua malam. Pendakian dimulai dari Desa Karangan, kami bermalam dulu di rumah kepala desa yang sampai pulang tidak saya ketahui seperti apa wajahnya ha..ha.. Flash tip: Biasanya akan disiapkan sarapan dengan menu sarden dan telur. Sebaiknya minta juga untuk dibungkuskan nasi sebagai bekal yang bisa dimakan di Pos 2.

Lagi-lagi jadi cewek sendiri

Awal Pendakian

Belanja-belanji dulu di Pasar Baraka. Di sini juga kami turun dari travel yang mengantar dari Makassar selama tujuh jam (sila hubungi saya untuk kontaknya). Kemudian lanjut naik Jeep hingga Desa Karangan. Terjadi perbaikan jalan dengan banyak traktor parkir di jalan yang sempit, sehingga kami harus turun Jeep dan lanjut berjalan kaki menuju Desa Karangan dengan jarak kurang lebih 2 km dan tanpa penerangan.

Kondisi Antar Pos

Gunung Latimojong memiliki total tujuh pos, tanpa pos bayangan. Agar lebih mudah, saya membuat intisari untuk mendeskripsikan kondisi pendakian antar pos Gunung Latimojong.

Pohon Kopi Latimojong. Kopi bisa dibeli di warga sekitar, harganya Rp.25.000/250 gram.

 

Pos 1 – Pos 2: Pendaki akan melewati pohon-pohon kopi dan akan mulai memasuki hutan. Trek lumayan vertikal. Duh, baru di awal saja sudah curam bagaimana di akhir? Ha…ha… Tapi nervous terbayar karena suasana indah Pos 2; goa & air terjun yang tidak tinggi tapi deras! Maksi (makan siang) dulu….

Pos 2 – Pos 3: Ini yang paling sulit (katanya). Jarang akar dengan kontur tanah merah dan licin, sehingga di beberapa titik terdapat rotan yang dapat dipegang sebagai bantuan (seperti Tanjakan Setan, Gunung Gede). Flash tip: sebaiknya siapkan tali webbing untuk membantu teman-teman rombongan, karena simpul rotan yang ada suatu waktu bisa saja terlepas atau putus.

Pos 3 – Pos 4: Sebenarnya tidak securam pos sebelumnya, namun terasa sangat menyiksa, mungkin karena tenaga kita sudah terkuras di pos sebelumnya. Kaki saya sendiri bergetar saat melalui pos ini karena kelelahan, ternyata saya nggak sendiri, Bang Anchu, teman yang jalan di depan saya, mengaku merasakan hal yang sama.

Pos 4 – Pos 5: Posisi sudah mulai tinggi, pemandangan Enrekang sudah dapat terlihat dari bibir hutan.  Hari sudah mulai gelap saat kami melalui trek ini.

Pos 5 – Pos 6: Adalah awal pos menuju summit kalau ingin bermalam di Pos 5. Jalur lumayan sempit dan tinggi.

Pos 6 – Pos 7: Pendaki akan menemukan Hutan Lumut yang fenomenal itu. Selanjutnya adalah batas vegetasi penghabisan hutan di pinggir jurang.

Pos 7 – Puncak Rante Mario: Ada enam bukit yang harus dilewati setelah tiba di padang rumput dengan batuan granit berwarna putih persis marmer. Ada juga jalur menuju Puncak Nenemori (Latimojong memiliki beberapa puncak, Puncak Rante Mario adalah yang paling tinggi).

 

Selalu lupa mau foto tenda. Ini juga foto seadanya punya Bang Andra (in frame: Bang Octa)

 

Rencana awalnya, kami berniat untuk mendirikan tenda dan bermalam di Pos 7, namun kondisi tim tidak memungkinkan sehingga kami pun bermalam di Pos 5. Basecamp Pos 5 enak, lahannya luas muat sekitar 15 tenda, banyak pohon sehingga mudah untuk menggunakan flysheet, juga ada sumber mata air yang meskipun jaraknya hanya 150 meter tapi trek lumayan bikin dengkul gemeter ha…ha…

Ingat apa yang saya khawatirkan di pendakian kali ini? Yak, hujan! Ajaibnya, selama pendakian tidak turun hujan sama sekali! Saya senang bukan kepalang. Barangkali itu juga berkat doa ibu yang tidak putus-putus. Saya selalu percaya kekuatan doa, karena menurut ajaran agama Islam, kan doa adalah senjata kaum muslimin *mendadak religius* *subhanallah*.

Saat di puncak memang kami terkena badai angin, tapi hujan yang kami rasakan pun hanya hujan kabut. Jadi, tidak bisa dihitung sebagai hujan. Seturunnya dari Rante Mario pun cuaca menjadi sangat-sangat-sangat cerah. Terlihat betapa cantiknya padang hijau di awal Pos 7, meskipun nggak secantik Cemoro Sewu, Gunung Lawu.

We made it!

 

Akhir Pendakian

Kami turun dari Pos 5 tepat jam 6 sore. Di akhir pendakian, tim akhirnya terpecah-pecah menjadi beberapa rombongan. Kekurangan dari pendakian bersama orang baru yang belum kamu kenal adalah ketidaksamaan ritme jalan. Bukan sombong, tapi bagi saya dan Bayu ritme jalan yang pelan dengan banyak berhenti itu lebih menguras energi apalagi saat turun gunung. Saya dan Bayu berniat untuk memisahkan diri dari tim di trek Pos 2 ke Pos 1, memang sudah terlalu terlambat, tapi kami mempertimbangkan letak basecamp yang masih jauh sementara saat itu sudah pukul 11 malam dengan kondisi perut yang kosong dan kaki sudah lelah. Kalau mau egois, bisa saja kami turun duluan sejak awal untuk memisahkan diri dan sudah tiba di basecamp jam 10 malam. Namun kami menghargai kebersamaan tim dan menjaga perasaan dua orang teman yang tidak fit saat itu. Tapi akhirnya, tenaga kami pun habis karena cara jalan yang dipilih menurut kami kurang efektif. Oleh karena itu, saya dan Bayu akhirnya meminta ijin untuk jalan duluan dan terpisah di Pos 2 ke Pos 1.

Bang Aryo sudah turun dari Pos 5 pukul 4 sore untuk mengabarkan Jeep yang kami pesan bahwa kepulangan diundur menjadi besok pagi, jadi dia pasti sudah sampai di basecamp. Tepat pukul 1 malam, saya dan Bayu tiba di basecamp, disambut oleh gongonggan para anjing piaraan yang dimiliki setiap rumah. Ramainya bukan main haha!

Sesuai prediksi kami, pasti akan ada bagian dari rombongan yang merasa lelah, bosan, lalu memutuskan untuk duluan. Terbukti, Bang Anchu dan Bang Ajieb menyusul kami setengah jam kemudian. Mereka pun ngebut karena diamanahkan untuk mencari ojek menjemput dua orang teman kami, atau tim SAR untuk evakuasi, atau apa sajalah (untungnya tim kami memiliki HT untuk berkomunikasi). Bagaimana mencari bantuan di malam selarut ini??? Akhirnya, sisa rombongan baru tiba di basecamp pada pukul 5 pagi saat saya sudah terlelap di balik hangatnya sleeping bag, jadi nggak lihat kapan mereka datang.

Ke simpulan, pendakian kali ini adalah yang paling tidak terorganisir selama yang pernah saya alami. Terlebih lagi soal makan, agak terkejut juga ending-nya jadi saya yang masak padahal beberapa orang membawa nesting dan kompor sendiri (nasib jadi cewek satu-satunya). Sebenarnya tidak apa-apa saya yang masak (maklum biasanya naik gunung malah cowok-cowok yang masak, jago-jago pula mereka), hanya saja semua akan lebih baik bila dipersiapkan sejak awal dengan matang, tau gitu saya sudah memikirkan dan menyiapkan menu dari rumah. Akibatnya, bahan makanan yang kami bawa sangat standar, bahkan berkali-kali tim masak mie. Duh…………… hari gini naik gunung masih makan mie? Baru kali ini naik gunung nggak makan enak hu…hu…. Padahal kan makanan jadi satu-satunya sumber energi untuk mendaki sehingga harusnya bisa memenuhi gizi dan nggak sembarangan. Hiks! Kangen tim yang biasa naik gunung bareng dan makan lezat!

Bang Rafif – Bang Aldy – Bang Ajieb – Bang Aryo – Bayu – Naya (urutan melingkar dari kiri)

 

Soal itinerary dan persiapan boleh mengecewakan, namun faktor alam untungnya berkata lain. Gunung Latimojong sangat baik! Cuaca sangat baik, tidak hujan tapi tidak panas! Tuhan sangat baik! Fixed, Latimojong menjadi salah satu gunung favorit saya. Alamnya indah, airnya banyak, goa yang cantik, hutan lumut, kebun kopi, Burung Anoa, semuanya! Saya nggak masalah untuk balik lagi ke Latimojong, terasa belum afdol karena belum mengunjungi puncak lainnya yang ada di Latimojong, pasti dari sana bisa melihat keindahan Enrekang dari sisi lainnya.

Terima kasih banyak, Latimojong! Terima kasih sudah menjadi penutup manis tahun 2017!

 

Kepada Waktu

Barangkali kali ini kita harus mengucap terima kasih pada waktu dan bukan menyalahkannya. Berkat waktu, kusediakan ruang paling lapang dalam hati dan benakku. Namamu berusaha menembus rumitnya pita-pita kusut kaset yang kudengar setiap hari. Sesekali hampir mencapai garis mimpi, seringnya gagal dan mengulang dari awal lagi.

Berjam-jam setelah itu, aku kembali duduk dengan daya seadanya. Sesekali aku terkapar. Dan rasa-rasanya lebih baik jika pipiku ditampar, bila cukup untuk mengakhiri segalanya. Di tengah kepasrahan itu, lagi-lagi muncul bayangmu. Kali ini ada rupa yang bisa kujelaskan dan tak lagi samar. Engkau menjelma menjadi cahaya yang bertahun-tahun dijanjikan Tuhan sebagai makna kata bahagia. Setidaknya, demikian aku melihatnya untuk saat ini.

Kaki-tanganku terikat rantai masa lalu. Otot dalam tubuhku dibelenggu peka dan rasa lelah jadi satu. Kau muncul tiba-tiba seperti tipu daya, seperti sihir yang memberdaya. Terkandung dalam jasadmu apa-apa yang tidak kusenangi, namun, Tuan, seribu sanggahan seolah tak berarti hanya karena satu alasan, rasa sayang. Namun, bukankah sayang tak pelak seperti api yang bisa padam? Terserah bagaimana kau ingin menjabarkannya, aku hanya sedang bersiap mengucap terima kasih kepada waktu tatkala aku kau selamatkan. Selalu menunggu waktu untuk kau selamatkan.

Sebentar, Nona, bukankah haram hukumnya bagimu berharap dan bergantung kepada orang lain?

Tidak. Aku tidak berharap dan bergantung kepada orang lain, melainkan kepada waktu.

 

Meet Aan Mansyur at The Library: Berkunjung ke Katakerja


Meet Me at The Library
adalah tagline yang tepat untuk perjumpaan saya dengan Aan Mansyur, penulis idola saya, ketika berkunjung ke Perpustakaan Katakerja.

Ruang Tamu Katakerja

Setelah bertahun-tahun memimpikan berkunjung ke perpustakaan itu, akhirnya kali ini saya berkesempatan balik lagi ke Makassar dan tentu saja menyempatkan mampir ke Katakerja. Berhubung tempat-tempat mainstream sudah saya kunjungi di trip sebelumnya, jadi Katakerja dapat menjadi pilihan kalau ingin jalan-jalan anti-mainstream di Makassar.

A reading man always looks sexy

 

Apa yang membuatnya menjadi terkenal? Rasanya satu nama besar Aan Mansyur adalah yang paling berpengaruh. Titik baliknya mungkin setelah lahirnya buku Tidak Ada New York Hari Ini (buku puisi-puisi Rangga dalam AADC2), tapi saya menjadi pengagum beliau jauh-jauh-jauh sebelum itu. Dan buku itu justru jadi buku yang paling saya kurang suka dari seorang Aan Mansyur.

 

Salah satu sudut Katakerja

 

Letak Katakerja dekat dengan Pintu II Kampus Universitas Hasanudin (UNHAS), hanya sepuluh menit berjalan kaki dari Jalan Raya Perintis Kemerdekaan. Letaknya di perumahan dan tidak mencolok, jadi itu yang membuat saya nyasar. Iya, saya tersasar! Alamat yang ada di link bio Instagram @katakerja sepertinya salah input, karena berbeda dengan yang ada di Google. Singkat cerita, tibalah saya di Perpustakaan Katakerja. Dari luar terlihat seperti rumah biasa. Namun ruang tamunya penuh buku dengan dinding berisi kalender berbentuk foto-foto polaroid yang ditempel berurutan (saya ingat ini didapatkan oleh Kak Aan saat dia berkunjung ke Frankfurt Book Fair di Jerman). Ada beberapa rak -yang entah bagaimana cara penyusunannya karena saya tidak melihat ada label rak pada setiap buku- berisi buku novel, sastra, sejarah, psikologi, populer, religi, biografi, dan masih banyak lagi. Ada juga rak khusus Buku Rekomendasi Pustakawan Bulan Ini. Saking ada banyaknya buku, saya sampai tidak membaca buku apapun. Justru lebih tertarik memerhatikan gerak-gerik para pustakawan dan pengunjung yang datang. Merekapun sangat welcome, seolah-olah saya sudah sering berkunjung ke sana.

 

 

Saya disambut oleh seorang perempuan yang berhijab, cantik, dan ramah, Viny namanya. Ia adalah salah satu pustakawan Katakerja, mahasiswi Komunikasi UNHAS. Rupanya ia adalah salah satu penulis Ruang Baca, blog milik Katakerja. Selain Viny, Ada Saleh, mahasiswa Antropologi UNHAS yang sedang men-design sesuatu dengan laptop-nya. Mereka berdua duduk di meja rendah di aalah satu sudut Katakerja.

 

Ale (Saleh) – Viny – Me

Saya beruntung karena siang itu dapat bertemu langsung dengan Kak Arki, Ketua Perpustakaan. Saya juga bertemu dengan idola saya, Kak Aan Mansyur. Saya salah tingkah sampai jadi speechless, sekaligus jaim karena menahan malu. Terbayang di otak saya, Kak Aan bersedia membuat waktu untuk kami mengobrol banyak hal. Namun jangankan ngobrol, menyapa saja saya malu. Kak Aan pun terlihat calm dan cool. Bukan tidak ramah, mungkin lebih tepat bila dikatakan tidak “ngartis”. Dan mungkin karena sedang ada yang diurus, sehingga harus bolak-balik keluar (Semoga lancar sampai hari h, Kak! 😊💔). Malah Viny yang meminta Kak Aan untuk berfoto dengan saya ketika saya ingin pulang (terima kasih sudah menyuarakan isi hati saya, Vin!). Anyway, foto bareng aja saya salting! 😝

With Kak Aan Mansyur ❤ (Viny: “deketan lagi dong”)

 

Selain Katakerja, masih ada dua perpustakaan yang bisa dikunjungi di Makassar dan letaknya tidak begitu jauh dari Katakerja hanya berbeda blok; Dialektika Coffee (@dialektika_coffee) dan Kedai Buku Jenny (@kedaibukujenny). Ketiganya sering mengadakan acara diskusi buku, baca puisi, acara dengan anak-anak, bahkan Katakerja bekerjasama dengan pemerintah setempat untuk berkolaborasi menggiatkan minat baca masyarakat di sekitar, karena pengunjung Katakerja justru lebih banyak berasal dari daerah jauh di Makassar dan atau luar kota (saya contohnya). TOP!

Viny sang pustakawan yang ramah nan baik hati

Katakerja bahkan sering jadi tempat menginap bagi backpackers yang berkunjung ke Makassar, khususnya pecinta buku. Simpulannya, dunia literasi di Makassar semakin luas dan membuat saya kagum, penulis-penulis Makassar semakin bermunculan, Makassar Writers Festival sudah memasuki tahun ketujuh, dan jumlah perpustajaan yang semakin banyak membuat saya senang untuk berkunjung lagi dan lagi ke Makassar. Semoga jadi penyemangat bagi saya untuk terus aktif dalam dunia literasi, khususnya menulis buku (yang selalu menjadi wacana pribadi 😝).

 

Katakerja

BTN Wesabbe Blok C/64, Tamalanrea, Kota Makassar, Sulawesi Selatan

Open hour: 08.00 am – 11.00 pm

Intagram: @katakerja

 

ps: Saya menginap di hotel daerah Pantai Losari dan menggunakan Go-jek untuk ke Katakerja (14km). Cukup masukkan keyword Katakerja jika ingin memesan Go-jek dan pastikan lokasinua dekat UNHAS.

Destinasi Wajib Liburan di Belitung

Dikarenakan kamera ketinggalan, memori HP sangat minim untuk recording, dan action camera entah di mana, alhasil balik lagi mendokumentasikan perjalanannya via tulisan aja di blog ini huehehehe. Ada aja cobaannya kalau mau mulai bikin vlog, mungkin belum waktunya (sorry, guys :P).

Homestay-ku hanya 10 menit berjalan kaki dari Pantai Tanjung Tinggi,  jadi dalam sehari bisa bolak-balik ke pantai tiga kali :p

 

Pasti udah banyak yang sering bolak-balik liburan ke Belitung. Kenapa Belitung bisa jadi pilihan tepat untuk berlibur khususnya bagi yang tinggal di Jakarta? Karena tiket pesawatnya murah kalau dibeli dari jauh-jauh hari. Bisa Rp.500 ribu pulang-pergi dengan maskapai seperti Sriwijaya Air atau NAM Air. Alasan kedua, destinasi wisatanya ada banyak banget dari mulai laut hingga kota. Oke sekarang kita bahas lebih detail untuk poin kedua ini. Ke Belitung tuh jalan-jalannya ke mana aja sih?

1.Island Hopping

Who doesn’t love beach? Apalagi kalau pantainya sebersih, sejernih, dan secantik Belitung. Secara umum, Belitung terbagi jadi dua wilayah, yaitu Belitung Barat dan Belitung Timur. Pantai-pantai yang cantik ini letaknya di Belitung Barat. Ada banyak banget pulau yang bisa kamu kunjungi kalau ke Belitung.

Untuk melakukan Island Hopping di Belitung, bahkan satu hari pun cukup. Kalau cuacanya lagi bagus, kira-kira bisa 6-7 pulau yang kamu kunjungi. Tapi kalau cuacanya lagi buruk, jangan harap deh bisa mengunjungi lebih dari 3 pulau (Flash tip: sebaiknya jangan kunjungi Belitung menjelang akhir tahun). Nggak main-main, ombaknya gede dan tinggi banget sampai bisa masuk ke dalam kapal dan membuat basah semua penumpang. Saya pernah mengalami hal itu waktu lagi bawa tamu lansia (yang sosialita) waktu island hopping di Belitung. Semua histeris dan komat-kamit berpikir bahwa akan meenemui ajalnya di situ. Saya dan awak kapal malah teriak-teriak senang kalau ada ombak besar datang menghantam hahahaha (awas kualat lu!).

Pulau apa aja sih yang biasa dikunjungi oleh wisatawan?

Pulau Kelayang

Yang terkenal dari pulau ini adalah goanya, yaitu Goa Kelayang. Dari foto maupun vlog para travelblogger, biasanya pasti ada spot foto di bawah ini. Nah, saya kira yang dimaksud Goa Kelayang adalah yang itu, celah di antara batu-batu pelangi. Ternyata bukan, goanya adalah literally goa, tempat para kelelawar bersarang. Nggak banyak yang tau, biasanya hanya warga lokal atau wisatawan yang penasaran. Saya pun mengunjungi goa tersebut dengan Om Alpian, penduduk asli Belitung yang tinggal di Jakarta. Biasanya dia akan mampir ke sini kalau lagi pulang ke Belitung. Untuk ngecek apakah para kelelewar itu masih terjaga habitatnya.

Nggak mudah buat sampai di goa itu, kita harus turun-naik batu besar yang licin, lembab, dan gelap. Kira-kira butuh waktu sepuluh menit untuk akhirnya bisa tiba di goa. Benar aja, ada banyak sekali kelelelawar di sana-sini. Sayangnya, kata Om Alpian, jumlah itu ternyata nggak sebanyak waktu dulu, bisa terlihat jelas dari jumlah sarangnya yang sudah berkurang banyak. Banyak wisatawan usil yang membawa sarang kelelawar bahkan yang masih ada bayi kelelawar di dalamnya. Duh, tolong ya, kalau mengunjungi tempat wisata itu jangan mengambil apapun selain foto (itupun harus lihat kondisi, saya sama sekali nggak foto atau merekam Goa Kelayang karena menghormati para kelelawar yang tinggal di sana).

Spot hits yang mungkin sering muncul di sosial mediamu. Iya atau iya?

Pulau Kepayang

Yang ini adalah pulau fenomenal. Di sana ada restoran yang mahal banget harga makanannya. Untuk satu orang kamu bisa kena ongkos makan seharga Rp.50 ribu untuk menu makanan yang seadanya. Setelah makan, bisa jadi kamu diminta lagi “ongkos duduk” seharga Rp.15 ribu. Duh, sekarang mau duduk aja bayar! Jadi, jangan seenaknya beli-beli makanan ya kalau lagi Island Hopping di Belitung khususnya di Pulau Kepayang. Tanya dulu harganya dan pastikan nggak ada biaya tambahan.

Pulau Burung

Sebenarnya ada dua pulau yang bernama Burung. Alasannya, simpel karena bentuk batu-batunya mirip burung. Biasanya disebut juga Burung Garuda dan yang satu lagi disebut Burung Mandi. Kamu bisa mampir kalau ingin foto-foto. Karena sudah terlalu kenyang dengan foto-foto, saya nggak mampir cuma lihat dari jauh aja.

Pulau Batu Berlayar

Samaaaaaaaa! Isinya ya batu-batu besar yang biasa dikunjungi untuk foto-foto. Udahan ah foto-fotonya mau cepet-cepet minum kelapa di Pulau Lengkuas!

Pulau Lengkuas

Ini dia pulau yang paling gampang diinget dan wajib dikunjungi, karena ada  mercusuar putih yang menjadi ikon dari pulau di Belitung. Mercusuar ini adalah buatan Belanda yang dibangun pada tahun 1882 guna untuk mengamati kapal yang mondar-mandir di Belitung. Pertama kali dengar, saya curiga kenapa dinamakan Lengkuas. Apakah karena bentuk pulaunya mirip lengkuas? Memang bentuk lengkuas kayak gimana coba? Atau banyak budidaya lengkuas?

Ternyata karena asal mulanya saat jaman Belanda, pulau ini dinamakan Pulau Lighthouse yang berarti Mercusuar. Namun seiring dengan pelafalan warga lokal, kata Lighthouse diserap dan berubah menjadi Lengkuas (?). That’s what happened he..he..

Di pulau ini kamu juga bisa jajan mie cup, minum kelapa, pasang hammock, dan lagi-lagi, foto-foto bersama batu-batu besar.

Pulau Leebong

Nggak banyak orang pernah mampir ke pulau ini, karena nggak akan cukup waktu sejam-dua jam buat mengunjungi pulau ini. Dengan kata lain, ada banyak sekali hal fasilitas dan kenyamanan yang ditawarkan oleh pulau ini seperti jembatan panjang menuju dermaga, sepeda untuk berkeliling, hammock, vila, penginapan, watersport, dan Hutan Mangrove. Malah banyak juga tour & travel yang menawarkan paketan trip 3 hari 2 malam khusus hanya untuk menginap di pulau ini. Pulaunya sepi, cantik, dan luas. Cocok buat yang pengin cari pantai tenang di Belitung, khususnya yang nggak banyak orang foto-fotonya karena nggak ada batu-batu besar ha..ha..

Daaaan masih banyak pulau lainnya yang nggak bisa disebutin semuanya sekaligus. Mostly, jasa tour & travel pasti mengunjungi pulau-pulau yang udah saya sebutin tadi. Yuk, kita lanjut ke wisata lainnya di Belitung!

 

2. SD Replika Laskar Pelangi

Setelah kenyang menikmati pulau-pulau cantik di Belitung Barat, mari kita beralih ke Belitung Timur, tempat di mana terdapat wisata seperti SD Replika Laskar Pelangi. Flash tip: tetap gunakan sunblock meskipun kamu tidak ke pantai, karena Belitung Timur sangat panas. Tahu apa yang membuat Belitung Timur sangat panas? Adalah karena Belitung Timur adalah pusat penambangan timah. Jadi bukan karena panas matahari, melainkan panas kawasan industri.

Kenapa dinamakan Replika? Karena bangunan sekolah asli yang dipakai shooting sudah dirobohkan, dulu shooting-nya di Pantai Tanjung Tinggi, tempat batu-batu besar yang nggak perlu nyebrang pulau, tepatnya di Belitung Barat tentu saja. Bangunan yang sama kemudian dibuat agar orang-orang dapat merasakan langsung seperti apa kondisi SD Gantong yang hampir roboh itu. Isi kelasnya pun lengkap dengan papan tulis, meja, kursi, bendera, dan foto-foto pahlawan seperti di film.

Pas lagi seru-serunya main sama Ariel dan Putri, tau-tau rombongan kru Trans TV dateng mau syuting reality show Katakan Putus.

……..

Here? I mean, like………………

Oke, sip.

 

 

Ticket Price: Rp.3.000/orang

 

3. Kampung Ahok

Ada pengalaman lucu yang terjadi saat saya bawa rombongan Kakek-Nenek ke sini, mereka yang sangat anti-Ahok memutuskan untuk tidak turun dan marah-marah minta ke tempat lain saja. Padahal bukan itu poin yang kami tawarkan sebagai travel organizer, melainkan pemahaman bagaimana sosok Ahok secara tidak langsung mampu menyokong local communities yang jadi punya penghasilan dengan membuat kerajinan tangan dan penganan khas. Hal ini tentu jadi pembelajaran untuk kita bahwa upaya untuk mendukung UKM bisa dalam wujud apa saja, agar dapat menggerakkan atau berkontribusi untuk ekonomi setempat.

Setelah melihat-lihat souvenir khas Ahok, kamu juga bisa mampir ke rumah Pak Ahok yang boleh dimasuki halamannya, seperti terbuka lebar untuk siapa saja yang mau singgah. Rumahnya cukup besar, tapi saya nggak foto karena para tamu sudah “esmosi” untuk segera berpindah tempat.

Beberapa hasil karya warga setempat yang dijual

Ticket price: Free

 

4. Museum Kata Andrea Hirata

Siapa yang nggak kenal sama tempat yang satu ini? Bangunan warna-warni yang sangat sayang kalau dilewatkan buat nggak foto-foto. Di dalam museum ini ada banyak lukisan karya Andrea Hirata, juga banyak quotes beliau yang dibuat menjadi pajangan. Menariknya, untuk masuk, pengunjung harus bayar Rp.50 ribu. Awalnya warga setempat protes dengan biaya yang dirasakan cukup mahal, tapi pengelola bersikeras mengatakan bahwa dengan harga segitu pengunjung sudah mendapatkan buku karya Andrea Hirata. Permasalahannya, bagaimana kalau kita sudah punya bukunya?

 

Tikcet price: Rp. 50.000/orang

5. Rumah Keong

Ini adalah wisata baru bikinan pemerintah setempat yang letaknya tepat di depan SD Replika Laskar Pelangi. Sebenarnya nggak ada apa-apa selain anyaman rotan berbentuk keong ukuran jumbo dan bisa dimasuki dan ada juga dermaga dengan kapal-kapal untuk berkeliling.

Rumah Keong yang cucok buat main petak umpet :p

 

Dermaga di samping Rumah Keong

Ticket price: Rp. 5.000/orang

 

6. Danau Kaolin

Wisata ini letaknya di pinggir jalan, jadi pasti ngelewatin kalau dari Bandara mau ke Belitung Barat tempat pantai-pantai cantik berada. Oya, sekarang udah nggak bsiamasuk karena katanya ada pemuda yang tenggelam dan meninggal di danau, jadi kamu cuma boleh foto di luar pagar. Ternyata nggak begitu sama dengan Danau Cigaru di Tangerang. Yang di Belitung airnya lebih hijau tosca, sedangkan milik Cigaru berwarna biru bening. Saya sudah pernah tulis seperti apa Telaga Biru Cigaru, baca di sini. Kira-kira, bagusan mana sama Telaga Biru Cigaru punya Tangerang? :p

Ticket Price: Free

 

7. Kopi Kong Djie

Terus terang, saya senang berburu kopi kalau lagi travelling. Menikmati kopi dari tiap daerah adalah bagian dari mengenal budaya mereka. Melalui kopi itu, kita bisa sedikit melihat dan menerka kira-kira seperti apa kepribadian warga lokal (nah lho, maksudnya gimana yak?). Kopi Kog Djie adalah yang paling terkenal di Belitung dan sudah franchise di mana-mana di Belitung. Warung kopinya yang pertama justru sangat kecil dan terletak di pinggir jalan di daerah Belitung Timur. Saya beberapa kali mampir ke Warung Kopi Kong Djie. Terus terang, saya pecinta kopi hitam dan paling nggak bisa minum kopi susu. Saya pikir itu hanya berlaku untuk kopi saset, maka saya sok-sokan pesan Kopi Susu Kong Djie yang katanya juga nggak kalah enak. Jeng jeng… setelah itu saya muntah-muntah saudara-saudara. Padahal kopinya memang benar enak! Memang dasar perut saya yang picky dan sukanya yang ekstrim-ekstrim.

Ini tersangkanya (kopi susu), harganya murah hanya Rp.10 ribu saja. Sedangkan kopi hitam hanya RP.8 ribu.

 

8. Wisata Kuliner Khas Belitung: Mie Atep

Di dekat tugu Batu Satam (batu khas Belitung yang biasa dipakai buat cincin batu, bapak-bapak pasti tau nih), terletak kedai pelopor Mie Atep khas Belitung. Mie ini sangat legendaris, sampai-sampai orang-orang terkenal dari mulai artis, mantan presiden, tokoh politik, dan lainnya pasti makan di sini kalau berkunjung ke Belitung (ada fotonya di dinding). Rasanya enak bangettttttttt tapi sayang porsinya terlalu sedikit (dasar kang makan!). Banyak yang bilang katanya Mie Atep ini nggak halal. Waktu saya laporan sama ibu saya setelah makan Mie Atep ini, ibu saya bilang ini nggak halal. Untung udah abis, kan kalau nggak tau nggak apa-apa :p

Jangan lupa pesan juga minuman khas Belitung, Es Jeruk Kunci. Semacam es jeruk yang dicampur dengan buah berwarna oranye yang dikeringkan, lalu dicampur dengan es jeruk manis sehingga nanti warnanya akan berubah menjadi oranye atau kuning. Saya sampai mual karena sehari bisa minum ini tiga kali untuk menetralisir panasnya cuaca Belitung. Tapi enak kok dan harganya murah hanya Rp. 3 ribu!

Sepiring cuma RP.10 ribu!

Itu dia list destinasi wisata yang bisa kamu kunjungi kalau ingin liburan ke Belitung! Untuk penginapan ada banyak banget pilihan hotel, hostel, atau homestay yang bisa kamu pilih. Ada satu penginapan yang saya suka dan recommended banget! Kamu bisa  baca di sini.

Kalau nggak mau repot dan butuh guide buat keliling Belitung boleh banget kok kontak Naya, siaga 24 jam hehe. Selanjutnya saya akan posting wisata anti-mainstream di Belitung. Ditunggu ya!